Berenang, suatu olah raga di dalam
air yang merupakan gabungan gerakan badan saat di dalam air untuk mendapatkan
kecepatan atau keindahan.
Kapan itu saat
seminar semangat diri yang diadakan oleh suatu lembaga bimbingan belajar, di
sana diberitahukan bahwa sebenernya manusia tidak ada yang tidak bisa berenang.
Hanya saja keberanian kita untuk berenang itu yang menyebabkan kita bisa
dikatakan berenang atau tidak. Karena, menurut seminar tersebut dijelaskan
bahwa sebenernya manusia sejak janin, sudah bisa berenang. Rahim memang berisikan zat-zat air, dan itu
memicu janin untuk melakukan gerak refleks berenang di dalam air. Dan bahkan,
di sana juga dipertontonkan betapa hebatnya bayi dibawah umur 2 tahun sudah
bisa berenang dengan sendirinya. Bahkan ia dapat menahan nafas saat di dalam
air.
Berenang merupakan olahraga
faforitku. Akhir-akhir ini jadwal renang ku sedikit tergeserkan dengan jadwal
sekolah yang lumayan padat. Maklum, mendekati ujian akhir nasional. Walaupun
aku tak semahir dan seprofesional atlet-atlet renang nasional seperti Gleen
Fictor, tapi aku bersyukur dengan kemampuanku saat ini. Aku dan kelompok renang
sekolahku sering berlatih renang di kolam renang Gajayana. Kami sering kesana
karena dekat dengan letak sekolah kami dan tempatnya lumayan memuaskan.
Bagaimana tidak, kolam renang tersebut sering digunakan oleh PRSI kota Malang
untuk perlombaan renang tingkat kota atau profinsi. Harga tiket masuknya pun
terjangkau bagi kantong kami.
Saat itu aku melihat acara Jejak
Petualang di salah satu televisi nasional swasta. Disana ditunjukkan pembawa
acaranya sedang berenang di tengah lautan. Rasanya pingin untuk mencoba
kegiatan tersebut. Akhirnya keinginanku tersebut terkabulkan saat keluargaku
mengunjungi keluarganya adik ayahku di Denpasar. Walaupun intinya untuk
mengunjungi, tapi rencana untuk berwisata itu pasti ada lah. Daftar wisata
pertamaku adalah pantai Kuta di Kuta. Pantai yang terkenal akan ombaknya itu
sungguh benar-benar menarik minatku. Karena Pantai Kuta berhadapan langsung
dengan Samudera Hindia yang terkenal dengan keganasan ombaknya tersebut.

Di pasir pantai banyak sekali dengan
wisatwan mancanegara yang berjemur. Jarang aku temui wisatawan local yang
berjemur, mereka lebih memilih menikmati pantai dengan berteduh di bawah pohon
yang banyak tumbuh di pinggir pantai. Awalnya, di bibir pantai banyak orang
yang bermain dengan air. Tetapi selanjutnya banyak orang yang mulai sedikit
menepi karena ombak mulai membesar. Dan penjaga pantai juga mulai
memperingatkan dan menancapkan bendera kuning di pinggir pantai yang artinya
tanda bahaya. Aku pun awalnya berenang di bibir pantai. Tapi semakin lama, aku
pun mulai berenang ke tengah pantai. Sekitar 200 meter dari pinggir pantai. Itu
pun 200 meter lagi aku bisa mencapai garis batas aman berenang. Aku tahu itu
karena penjaga pantai sudah memperingatkan dan memasang bendera merah tanda
bahaya di batas aman berenang di tengah pantai. Dan aku pun melihat orang yang
bermain di pinggir pantai terlihat sangat jauh. Aku pun tidak sendirian. Di
sana selain ada aku, juga ada beberapa turis mancanegara. Dan jarang sekali ada
orang local. Tapi, dengan modal teknik berenangku aku pun memberanikan diriku.
Dari situ aku pun mengerti bahwa berenang di kolam berbeda dengan berenang di
pantai lepas. Ombak dan kadar garam yang membedakannya.

Kedua, kita berenang sedikit
menjauh dari bibir pantai. Sekitar 100 meter dari pinggir pantai. Di tempat
tersebut kita masih bertemu dengan ombak yang sudah pecah. Hampir sama saat
kita bereda di bibir pantai. Tetapi yang membedakan hanya terjangan tidak
sekeras saat di pinggi pantai. Hanya saja dorongan ombak menuju bibir pantai
lebih kuat. Karena pecahnya ombak tidak begitu besar, kita bisa melewati
pecahan ombak tersebut. Dengan cara melompati ombak kita bisa menghindar dari
terjangan ombak. Memang di sini air masih lumayan dangkal. Saat itu mungkin
airnya masih di batas pinggangku. Dan di sana, aku sudah mulai menginjak
pecahan karang-karang kecil dari tengah lautan.
Ketiga, kita berenang mulai menjauh
150 meter dari pinggir pantai. Di sini adalah tempat mulai pecahnya ombak. Dan
di sini kita menjumpai beberapa macam ombak. Ada ombak yang kecil. Tidak begitu
panjang dan besar. Dari kejauhan ombak ini sudah pecah. Dan mudah bagi kita
untuk menghindarinya dengan melompat. Ada ombak yang medium. Ombaknya besar
tetapi tidak panjang. Ditempat ini, letak ombak tersebut pecah. Karena ombaknya
yang besar, kadang membuat kita panik. Sebenarnya kepanikan itu yang justru
membahayakan. Kita harus tenang untuk menghadapi ombak ini. Kita bisa dengan
melompati ombak ini. Di sini pun, bisa dikatakan masih dangkal. Kedalamannya
sekitar diafragma ku. Saat kita melompati, itu pun harus diimbangi dengan
dorongan menuju belakang ombak. Karena pecahannya juga lumayan besar. Dan ada
ombak yang paling aku tunggu-tunggu. Ombaknya besar dan panjang. Dan ombak itu
juga pecah di tempat ini. Kadang, jika aku melompatinya. Tetap saja aku masih sedikit
terdorong mendekati pinggir pantai. Kadang, ombak ini pecahnya dikisaran jarak
100 meter dari pinggi pantai. Kadang ombak membentuk gundukan yang tinggi tapi
tidak melengkung. Ombak seperti inilah yang biasa dijadikan berselencar tingkat
rendah. Dan jika seperti ini, jika kita diam saja dengan posisi berdiri. Kita
akan dilewati oleh ombak. Dan kita pun tidak begitu melakukan perlawanan yang
keras terhadap ombak ini. Karena kita akan terangkat mengikuti pola ombak yang
berbentuk setengah lingkaran seperti polisi tidur. Kadang juga ombak ini
membentuk lengkungan yang tinggi. Ombak ini yang cukup menguji nyali. Karena,
mustahil untuk kita lompati. Jika kita berdiam diri tubuh kita akan terangkat
tinggi. Dan kadang, kita malah dihempas ombak bukan terangkat. Kita akan
tergulung ombak. Untuk ini aku lebih suka berdiam diri dengan posisi muka
menghadap ombak. Jika aku terangkat, aku akan segera berenang menuju ke
belakang ombak. Dan jika aku terhempas, dengan segera aku akan memposisikan
badanku seperti gaya bebas. Dengan begitu aku bisa meminimalkan hempasan ombak
walaupun aku masih saja tergulung akan ombak.
Keempat, kita berenang menjauhi
bibir pantai sejauh 200 meter. Ini merupakan titik terjauhku. Di sini, aku
tidak bertemu dengan orang lokal. Dan seingatku di sana hanya ada 10-15 orang
asing. Di sini merupakan tempat munculnya ombak-ombak mulai muncul. Dan jarang
sekali ombak yang pecah di sini. Dan aku kadang merasakan badanku tertarik kuat
menuju tengah pantai saat ada ombak baru. Dan itu sangat menyenangkan. Tetapi
kita jangan terlalu senang. Jika kita tidak bisa mengantisipasinya, bisa saja
kita perlahan-perlahan tertarik lebih jauh lagi. Oleh karena itu, jika setelah
aku terangkat oleh ombak, seperti orang berselancar aku memposisikan badanku
seperti papan selancar. Dengan begitu, aku sedikit-sedikit bisa terbawa ombak
tanpa tergulung ombak. Dan saat ada ombak lewat, aku tidak bisa melompatinya,
karena di sana kakiku sudah tak menginjak pasir.
Saat aku berenang dengan jarak 200
meter dari bibir pantai, aku sempat berkomunikasi dengan wisatawan mancanegara.
Pertama ada orang asing berkulit putih berambut pirang umurnya berkisaran
25-30, ia tersenyum padaku dan mengacungkan kedua jempolnya ke arahku. Mungkin
dia terkesima dengan aksiku, aku pun bersenyum dan berkata “thank you”. Kedua, ada orang tua sedikit
gemuk berkulit sawo matang dan sepertinya ia orang Australia. Ia tersenyum dan
berkata “be carefull boy!”. Aku pun
berkata, “always sir.” Dan ada dua
gadis yang menggunakan baju renang khas orang barat. Dan dari matanya mungkin
dia orang eropa. Salah satu gadis menyapaku “good afternoon!”, aku membalas “good
afternoon too, have a nice holidays!”. Lalu ia berkata “Thank you, I think *&%^#!@#$$###@#$, and
the wave are amazing.” Maklum, listeningku masih pas-pasan. Dengan bodoh,
aku balas, “I too, nice to meet you!”
kenapa harus pakai “I” coba, harusnya kan “me”.
Akhirnya ia balas “nice to meet you too!”.
Dan aku kembali menikmati ombaknya.
Tidak terasa aku sudah 4 jam
bermain di pantai, dari pukul 11.00-15.00 WITA. Dan jika aku teruskan itu
semakin melelahkan, karena semakin petang, ombaknya semakin tidak bagus. Ombak
paling bagus menurutku disaat pukul 10.00-14.00. Di jam tersebut, ombak masih
kuat dan panjang. Jika pukul 15.00, ombak menjadi kecil dan jarang besar. Jika
besar itu pun sudah pecah terlebih dahulu di tengah pantai. Dan garis pantai
mulai menuju ke tengah pantai. Karena air sudah mulai tertarik menuju lautan
Hindia. Akhirnya aku lebih memilih untuk ke bibir pantai.
Setelah aku berbilas, mata ku masih
saja terasa perih karena terkena air garam. Dan aku perhatikan, kulitku lebih
matang dari sebelumnya. Dan menurut para bule di sana, ini seksi. Hahaha. Di
bagian pundak kananku, ternyata ada kulit yang terbakar. Maklum, 4 jam di bawah
terik matahari. Tapi itu lah berenang. Kata orang-orang, jika tidak mau
kulitnya hitam, ya jangan berenang. Aku pun berharap aku bisa berenang di
Pantai Kuta di lain waktu nanti.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar