Rabu, 14 Desember 2011

Berenang di Pantai Kuta


Berenang, suatu olah raga di dalam air yang merupakan gabungan gerakan badan saat di dalam air untuk mendapatkan kecepatan atau keindahan.
  Kapan itu saat seminar semangat diri yang diadakan oleh suatu lembaga bimbingan belajar, di sana diberitahukan bahwa sebenernya manusia tidak ada yang tidak bisa berenang. Hanya saja keberanian kita untuk berenang itu yang menyebabkan kita bisa dikatakan berenang atau tidak. Karena, menurut seminar tersebut dijelaskan bahwa sebenernya manusia sejak janin, sudah bisa berenang.  Rahim memang berisikan zat-zat air, dan itu memicu janin untuk melakukan gerak refleks berenang di dalam air. Dan bahkan, di sana juga dipertontonkan betapa hebatnya bayi dibawah umur 2 tahun sudah bisa berenang dengan sendirinya. Bahkan ia dapat menahan nafas saat di dalam air.
Memang saat berenang, dibutuhkan beberapa teknik. Seperti teknik bernafas, pandangan mata, pemusatan berat badan, dan teknik lainnya. Teknik bernafas adalah teknik dimana kita mengetahui seberapa besar volume udara yang kita hirup dan kapankah kita akan menghirup udara. Teknik ini sangatlah penting jika saat kita berenang. Berenang itu pun mengeluarkan energy yang besar, berarti tubuh pun memerlukan pasokan oksigen yang cukup banyak juga. Oleh karena itu, penting untuk kita memelajari teknik bernafas ini
Berenang merupakan olahraga faforitku. Akhir-akhir ini jadwal renang ku sedikit tergeserkan dengan jadwal sekolah yang lumayan padat. Maklum, mendekati ujian akhir nasional. Walaupun aku tak semahir dan seprofesional atlet-atlet renang nasional seperti Gleen Fictor, tapi aku bersyukur dengan kemampuanku saat ini. Aku dan kelompok renang sekolahku sering berlatih renang di kolam renang Gajayana. Kami sering kesana karena dekat dengan letak sekolah kami dan tempatnya lumayan memuaskan. Bagaimana tidak, kolam renang tersebut sering digunakan oleh PRSI kota Malang untuk perlombaan renang tingkat kota atau profinsi. Harga tiket masuknya pun terjangkau bagi kantong kami.
Saat itu aku melihat acara Jejak Petualang di salah satu televisi nasional swasta. Disana ditunjukkan pembawa acaranya sedang berenang di tengah lautan. Rasanya pingin untuk mencoba kegiatan tersebut. Akhirnya keinginanku tersebut terkabulkan saat keluargaku mengunjungi keluarganya adik ayahku di Denpasar. Walaupun intinya untuk mengunjungi, tapi rencana untuk berwisata itu pasti ada lah. Daftar wisata pertamaku adalah pantai Kuta di Kuta. Pantai yang terkenal akan ombaknya itu sungguh benar-benar menarik minatku. Karena Pantai Kuta berhadapan langsung dengan Samudera Hindia yang terkenal dengan keganasan ombaknya tersebut.
Keluargaku pun berangkat dari rumah pamanku pukul 09.30 di Jalan Hayam Wuruk, Denpasar. Setalah bertanya-tanya dimanakah letak pantainya, akhirnya kami sampai di Pantai Kuta pukul 10.30. Sungguh tepat sekali waktu kedatangku di Pantai tersebut. Langit sungguh lah cerah. Dan kalau siang begini, memang air ditengah lautan bergerak menuju pantai. Jadi ombaknya pun sangat mengesankan. Awalnya, rasanya sungguh malas untuk pergi ke bibir pantai. Ya karena matahari begitu panas. Maklum, aku termasuk anak Malang yang butuh waktu sedikit beradaptasi dengan hawa panas pantai. Tetapi sungguh sayang untuk dilewatkan. Aku pun bergegas melepas bajuku dan dengan segera menuju pantai.
Di pasir pantai banyak sekali dengan wisatwan mancanegara yang berjemur. Jarang aku temui wisatawan local yang berjemur, mereka lebih memilih menikmati pantai dengan berteduh di bawah pohon yang banyak tumbuh di pinggir pantai. Awalnya, di bibir pantai banyak orang yang bermain dengan air. Tetapi selanjutnya banyak orang yang mulai sedikit menepi karena ombak mulai membesar. Dan penjaga pantai juga mulai memperingatkan dan menancapkan bendera kuning di pinggir pantai yang artinya tanda bahaya. Aku pun awalnya berenang di bibir pantai. Tapi semakin lama, aku pun mulai berenang ke tengah pantai. Sekitar 200 meter dari pinggir pantai. Itu pun 200 meter lagi aku bisa mencapai garis batas aman berenang. Aku tahu itu karena penjaga pantai sudah memperingatkan dan memasang bendera merah tanda bahaya di batas aman berenang di tengah pantai. Dan aku pun melihat orang yang bermain di pinggir pantai terlihat sangat jauh. Aku pun tidak sendirian. Di sana selain ada aku, juga ada beberapa turis mancanegara. Dan jarang sekali ada orang local. Tapi, dengan modal teknik berenangku aku pun memberanikan diriku. Dari situ aku pun mengerti bahwa berenang di kolam berbeda dengan berenang di pantai lepas. Ombak dan kadar garam yang membedakannya.
Selain itu aku mendapatkan beberapa teknik berenang di ombak. Pertama, jika kita berenang di bibir pantai. Itu sangat sulit. Karena, ombak sudah pecah di tengah pantai. Karena ombak yang pecah tersebut, saat kita diterjang oleh ombak sulit kita untuk mengendalikan badan kita. Jika kita membelakangi ombak dengan tertidur, saat ombak menerjang kita akan terdorong menuju pinggir pantai. Itu pun kita akan terdorong dengan keras. Jika kita menghadap ombak, kemungkinan besar badan kita akan ikut terguling-guling sampai pinggir pantai oleh ombak yang sudah pecah tersebut. Jika kita sudah mencapai pinggir pantai, segera bangkit lah dari air. Karena, jika kita masih berada di air, kita akan tertarik menuju pantai oleh ombak.
Kedua, kita berenang sedikit menjauh dari bibir pantai. Sekitar 100 meter dari pinggir pantai. Di tempat tersebut kita masih bertemu dengan ombak yang sudah pecah. Hampir sama saat kita bereda di bibir pantai. Tetapi yang membedakan hanya terjangan tidak sekeras saat di pinggi pantai. Hanya saja dorongan ombak menuju bibir pantai lebih kuat. Karena pecahnya ombak tidak begitu besar, kita bisa melewati pecahan ombak tersebut. Dengan cara melompati ombak kita bisa menghindar dari terjangan ombak. Memang di sini air masih lumayan dangkal. Saat itu mungkin airnya masih di batas pinggangku. Dan di sana, aku sudah mulai menginjak pecahan karang-karang kecil dari tengah lautan.
Ketiga, kita berenang mulai menjauh 150 meter dari pinggir pantai. Di sini adalah tempat mulai pecahnya ombak. Dan di sini kita menjumpai beberapa macam ombak. Ada ombak yang kecil. Tidak begitu panjang dan besar. Dari kejauhan ombak ini sudah pecah. Dan mudah bagi kita untuk menghindarinya dengan melompat. Ada ombak yang medium. Ombaknya besar tetapi tidak panjang. Ditempat ini, letak ombak tersebut pecah. Karena ombaknya yang besar, kadang membuat kita panik. Sebenarnya kepanikan itu yang justru membahayakan. Kita harus tenang untuk menghadapi ombak ini. Kita bisa dengan melompati ombak ini. Di sini pun, bisa dikatakan masih dangkal. Kedalamannya sekitar diafragma ku. Saat kita melompati, itu pun harus diimbangi dengan dorongan menuju belakang ombak. Karena pecahannya juga lumayan besar. Dan ada ombak yang paling aku tunggu-tunggu. Ombaknya besar dan panjang. Dan ombak itu juga pecah di tempat ini. Kadang, jika aku melompatinya. Tetap saja aku masih sedikit terdorong mendekati pinggir pantai. Kadang, ombak ini pecahnya dikisaran jarak 100 meter dari pinggi pantai. Kadang ombak membentuk gundukan yang tinggi tapi tidak melengkung. Ombak seperti inilah yang biasa dijadikan berselencar tingkat rendah. Dan jika seperti ini, jika kita diam saja dengan posisi berdiri. Kita akan dilewati oleh ombak. Dan kita pun tidak begitu melakukan perlawanan yang keras terhadap ombak ini. Karena kita akan terangkat mengikuti pola ombak yang berbentuk setengah lingkaran seperti polisi tidur. Kadang juga ombak ini membentuk lengkungan yang tinggi. Ombak ini yang cukup menguji nyali. Karena, mustahil untuk kita lompati. Jika kita berdiam diri tubuh kita akan terangkat tinggi. Dan kadang, kita malah dihempas ombak bukan terangkat. Kita akan tergulung ombak. Untuk ini aku lebih suka berdiam diri dengan posisi muka menghadap ombak. Jika aku terangkat, aku akan segera berenang menuju ke belakang ombak. Dan jika aku terhempas, dengan segera aku akan memposisikan badanku seperti gaya bebas. Dengan begitu aku bisa meminimalkan hempasan ombak walaupun aku masih saja tergulung akan ombak.
Keempat, kita berenang menjauhi bibir pantai sejauh 200 meter. Ini merupakan titik terjauhku. Di sini, aku tidak bertemu dengan orang lokal. Dan seingatku di sana hanya ada 10-15 orang asing. Di sini merupakan tempat munculnya ombak-ombak mulai muncul. Dan jarang sekali ombak yang pecah di sini. Dan aku kadang merasakan badanku tertarik kuat menuju tengah pantai saat ada ombak baru. Dan itu sangat menyenangkan. Tetapi kita jangan terlalu senang. Jika kita tidak bisa mengantisipasinya, bisa saja kita perlahan-perlahan tertarik lebih jauh lagi. Oleh karena itu, jika setelah aku terangkat oleh ombak, seperti orang berselancar aku memposisikan badanku seperti papan selancar. Dengan begitu, aku sedikit-sedikit bisa terbawa ombak tanpa tergulung ombak. Dan saat ada ombak lewat, aku tidak bisa melompatinya, karena di sana kakiku sudah tak menginjak pasir.
Saat aku berenang dengan jarak 200 meter dari bibir pantai, aku sempat berkomunikasi dengan wisatawan mancanegara. Pertama ada orang asing berkulit putih berambut pirang umurnya berkisaran 25-30, ia tersenyum padaku dan mengacungkan kedua jempolnya ke arahku. Mungkin dia terkesima dengan aksiku, aku pun bersenyum dan berkata “thank you”. Kedua, ada orang tua sedikit gemuk berkulit sawo matang dan sepertinya ia orang Australia. Ia tersenyum dan berkata “be carefull boy!”. Aku pun berkata, “always sir.” Dan ada dua gadis yang menggunakan baju renang khas orang barat. Dan dari matanya mungkin dia orang eropa. Salah satu gadis menyapaku “good afternoon!”, aku membalas “good afternoon too, have a nice holidays!”. Lalu ia berkata “Thank you, I think *&%^#!@#$$###@#$, and the wave are amazing.” Maklum, listeningku masih pas-pasan. Dengan bodoh, aku balas, “I too, nice to meet you!” kenapa harus pakai “I” coba, harusnya kan “me”. Akhirnya ia balas “nice to meet you too!”. Dan aku kembali menikmati ombaknya.
Tidak terasa aku sudah 4 jam bermain di pantai, dari pukul 11.00-15.00 WITA. Dan jika aku teruskan itu semakin melelahkan, karena semakin petang, ombaknya semakin tidak bagus. Ombak paling bagus menurutku disaat pukul 10.00-14.00. Di jam tersebut, ombak masih kuat dan panjang. Jika pukul 15.00, ombak menjadi kecil dan jarang besar. Jika besar itu pun sudah pecah terlebih dahulu di tengah pantai. Dan garis pantai mulai menuju ke tengah pantai. Karena air sudah mulai tertarik menuju lautan Hindia. Akhirnya aku lebih memilih untuk ke bibir pantai.
Setelah aku berbilas, mata ku masih saja terasa perih karena terkena air garam. Dan aku perhatikan, kulitku lebih matang dari sebelumnya. Dan menurut para bule di sana, ini seksi. Hahaha. Di bagian pundak kananku, ternyata ada kulit yang terbakar. Maklum, 4 jam di bawah terik matahari. Tapi itu lah berenang. Kata orang-orang, jika tidak mau kulitnya hitam, ya jangan berenang. Aku pun berharap aku bisa berenang di Pantai Kuta di lain waktu nanti.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar